Pulsa OK

Pulsa OK
klik pada gambar

Kamis, 15 April 2010

Beristikhoroh Untuk memilih Jodoh yang Baik

Bismillah walhamdulillah wassholatu wassalamu 'ala rosulillah

Dalam kehidupan sehari-sehari, tentunya kita sering dihadapkan pada pilihan-pilihan hidup. Ketika hendak masuk sekolah, kita bingung memilih sekolah yang terbaik untuk kita dan masa depan kita; ketika hendak menikah, kita bingung memilih pasangan yang cocok dan baik bagi kita; ketika pemilu, kita sering dibuat pusing oleh banyaknya nama calon yang tertulis, padahal yang harus kita pilih cukup satu -atau satu pasang- calon; demikian pula ketika kita menjawab soal-soal ujian, kita juga sering bingung atau bahkan tidak mengetahui jawaban yang paling benar dan lain sebagainya.

Kebingungan dan kebimbangan tersebut menunjukkan bahwa kita sedang menerima ilmu dari Allah yang bobotnya diatas kapasitas kemampuan kita. Hal itu sekaligus membuktikan keterbatasan kita. Dalam hal ini, nabiyyuna Muhammad sholla Allahu 'alaihi wa sallama telah memberi solusi dan mengajarkan kepada kita bahwa diatas batas kemampuan dan pengetahuan kita ada kemampuan dan pengetahuan yang tidak terbatas yaitu kemampuan dan pengetahuan Allah subhanahu wa ta'ala.

Imam Bukhori menulis hadis yang diriwayatkan dari Jabir rodliya Allah 'anhu bahwa Rasulullah sholla Allahu 'alaihi wa sallama bersabda: "ketika seseorang dibingungkan oleh suatu urusan, maka sebaiknya ia melaksanakan sholat dua rokaat bukan sholat wajib, setelah itu hendaknya ia berdoa
Ya Allah sesunggungnya aku memohon petunjuk kebaikan kepada-Mu dengan pengetahuan-Mu, aku mohom kekuatan dari kekuatan-Mu dan aku meminta kepada-Mu dengan keutamaan-Mu yang agung. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa sedangkan aku tiada kuasa, Engkau Mahatahu sedangkan aku tidak tahu dan Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib.
Ya Allah jika Engkau tahu bahwa urusan ini baik bagiku untuk agamaku dan kehidupanku sekarang dan masa yang akan datang, maka jadikanlah ia milikku dan mudahkanlah bagiku serta limpahkan keberkahan di dalamnya. Dan jika Engkau tahu bahwa urusan ini buruk bagiku untuk agamaku dan kehidupanku sekarang dan masa yang akan datang, maka jauhkanlah ia dariku dan jauhkanlah aku darinya serta berilah aku penggantinya yang lebih baik kemudian ridloilah aku karenanya………
(kemudian disebutkan hajat/kebutuhan kita)

Berkaitan dengan waktu pelaksanaan sholat istikhoroh tidak ada batasan yang mengikatnya. Boleh dilaksanakan siang hari. Akan tetapi, lebih utama dilaksanakan pada malam hari bersamaan qiyamullail. Begitu pula tentang surat yang dibaca setelah fatihah tidak dibatasi dengan surat tertentu.
Yang perlu dicatat adalah sholat istikhoroh hanya dibolehkan untuk memilih hal-hal yang menuju kebaikan, bukan kemaksiatan. Jadi, tidak dibolehkan sholat istikhoroh untuk memilih pacar yang akan diajak kencan atau memilih tempat perjudian agar kita selalu menang dan lain sebagainya yang termasuk pada kemaksiatan. Sholat istikhoroh dibolehkan untuk memilih sekolah atau pondok tempat kita akan melanjutkan belajar, memilih calon isteri atau suami dan lain sebagainya yang termasuk hal-hal yang baik.

Rabu, 07 April 2010

Bersabar Menunggu Calon Isteri

Assalamu'alaikum saudaraku sekalian...
Berikut ini pertanyaan dari member "YUK NIKAH"
Gmn caranya bersabar jika si calon istri belum siap u/ dinikahi krn msh studi? (Ahmad Zainal Arif Al-Hajj 01 April jam 3:07)

Senin, 01 Maret 2010

Apakah Para Sahabat Membujang?

Anas bin Malik r.a. berkata, "Tiga orang datang ke rumah isteri Nabi menanyakan tentang ibadah beliau saw. Ketika dikabarkan kepada mereka sepertinya mereka menganggap amal mereka sedikit. Mereka berkata, 'Sungguh jauh keadaan kita dengan Nabi saw. Padahal Allah SWT telah mengampuni dosa beliau yang lalu maupun yang akan datang'?"
Salah seorang dari mereka berkata, "Aku akan shalat malam terus menerus."
Satu lagi mengatakan, "Aku akan berpuasa terus menerus dan tidak akan berbuka."
Satu lagi mengatakan, "Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya."
Lalu datanglah Rasulullah saw. dan bersabda, "Apakah kalian mengatakan begini dan begini? Sungguh demi Allah, aku adalah orang yang lebih takut kepada Allah dan lebih bertakwa. Namun, akau berpuasa dan aku berbuka. Aku shalat, aku tidur, dan aku juga menikahi wanita. Barangsiapa membenci sunnahku, maka ia bukan dari golonganku," (HR Bukhari [5063] dan Muslim [1401]).

Kandungan Hadis:
1. Tabattul adalah memutuskan tidak menikah (membujang) dan memutus segala kelezatannya lalu mengkhususkan diri beribadah. Khishaa' adalah mengikat alat kelamin dan mematikan fungsinya. Maksudnya adalah memandulkan fungsi alat kelamin yang bisa membangkitkan syahwat. Karena adanya syahwat akan mengganggu maksud tabattul (membujang).
2. Haram hukumnya tabattul dan khishaa', karena dapat memutus garis keturunan. Pdahal meneruskan garis keturunan adalah perkara yang dianjurkan dalam syari'at. Dan khishaa' juga dapat menyiksa dan merusak diri di samping dapat membahayakan dan bisa menyebabkan kematian. Perbuatan itu juga menghilangkan hakikat kejantanan, mengubah ciptaan Allah, kufur nikmat dan menyerupai kaum wanita.
3. Hadits-hadits bab di atas mengisyaratkan wajibnya menikah bagi yang sudah mampu.
4. Tidak ada hidup kependetaan atau kerahiban dalam Islam. Sebab siapa saja yang meninggalkan Sunnah Muhammad saw. yang lurus kepada kerahiban ala Nashrani berarti keluar dari Sunnah kepada bid'ah.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 3/1-2.

Mengapa Harus Menikah?

Mengapa harus takut menikah? Bukankah Allah telah berjanji akan membantu hamba-Nya yang berniat menyempurnakan agamanya. Allah berfirman, “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki, dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan mencukupkannya dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberiannya) lagi Maha Mengetahui,” (QS an-Nuur: 32).

Ibnu Abbas menjelaskan bahwa ayat ini merupakan janji Allah kepada orang yang menikah. Mereka akan dicukupkan rezekinya setelah ia menikah walaupun sebelumnya miskin. Diriwayatkan dari al-Laits, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ada tiga golongan orang yang menjadi keharusan Allah untuk membantu mereka; orang yang menikah untuk memelihara kesucian diri, budak yang hendak membayar kemerdekaan dirinya, dan orang-orang yang berperang di jalan Allah,” (HR Ahmad, Turmudzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah).
Subhanallah! Betapa mulia orang yang ingin menikah. Mereka disejajarkan Rasulullah saw dengan mujahid fi sabilillah yang dijanjikan akan mendapat pertolongan-Nya. Lalu, tunggu apa lagi ?

Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang Telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas," (Al-Ma'idah: 87).
Abdullah bin Mas'ud r.a. berkata, "Kami pergi berperang bersama Rasulullah saw. sedangkan kami tidak membawa serta kaum wanita. Kami berkata, 'Wahai Rasulullah, sebaiknya kita mengebiri diri?' Namun, Rasulullah saw. melarang kami darinya," (HR Bukhari [5071]).
Sa'ad bin Abi Waqas r.a. berkata, "Rasulullah saw. menolak keinginan 'Utsman bin Mazh'un untuk membujang. Sekiranya beliau membolehkannya tentu saja kami telah mengebiri diri," (HR Bukhari [5073], dan Muslim [1402]).

Hak dan Kewajiban Suami-Isteri

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTRI DALAM ISLAM ADALAH :

a. Hak Istri

1). Hak mengenai harta, yaitu mahar atau maskawin dan nafkah.

2). Hak mendapatkan perlakuan yang baik dari suami.

3). Agar suami menjaga dan memelihara istrinya. Maksudnya ialah menjaga kehormatan istri, tidak menyia-nyiakannya, agar selalu melaksanakan perintah Allah dan menghentikan segala larangan-Nya.

b. Hak Suami

Ketaatan istri kepada suami dalam melaksanakan urusan rumah tangga termasuk didalamnya memelihara dan mendidik anak, selama suami menjalankan ketentuan-ketentuan Allah yang berhubungan dengan kehidupan suami-istri.

c. Hak Bersama Suami-Istri

Hal-hak bersama di antara kedua suami-istri adalah:

1). Halalnya pergaulan sebagai suami-istri dan kesempatan saling menikmati atas dasar kerjasama dan saling memerlukan.

2). Sucinya hubungan perbesanan. Dalam hal ini istri haram bagi laki-laki dan pihak keluarga suami, sebagaimana suami haram bagi perempuan pihak keluarga istri.

3). Berlaku hak pusaka-mempusakai. Apabila salah seorang di antara suami-istri meninggal, maka salah satu berhak mewarisi walaupun keduanya belum bercampur.

4). Perlakuan dan pergaulan yang baik. Menjadi kewajiban suami-istri untuk saling berlaku dan bergaul dengan baik, sehingga suasananya menjadi tenteram, rukun dan penuh dengan kedamaian.

d. Kewajiban Istri

1). Hormat dan patuh kepada suami dalam batas-batas yang ditentukan oleh norma agama dan susila.

2). Mengatur dan mengurus rumah tangga, menjaga keselamatan dan mewujudkan kesejahteraan keluarga.

3). Memelihara dan mendidik anak sebagai amanah Allah.

4). Memelihara dan menjaga kehormatan serta melindungi harta benda keluarga.

5). Menerima dan menghormati pemberian suami serta mencukupkan nafkah yang diberikannya dengan baik, hemat, cermat dan bijaksana.

e. Kewajiban Suami

1). Memelihara, memimpin dan membimbing keluarga lahir dan batin, serta menjaga dan bertanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraannya.

2). Memberi nafkah sesuai dengan kemampuan serta mengusahakan keperluan keluarga terutama sandang, pangan dan papan.

3). Membantu tugas-tugas istri terutama dalam hal memelihara dan mendidik anak dengan penuh rasa tanggung jawab.

4). Memberi kebebasan berpikir dan bertindak kepada istri sesuai dengan ajaran agama, tidak mempersulit apalagi membuat istri menderita lahir-batin yang dapat mendorong istri berbuat salah.

5). Dapat mengatasi keadaan, mencari penyelesaian secara bijaksana dan tidak berbuat sewenang-wenang.

f. Kewajiban Bersama Suami-Istri

1). Saling menghormati orang tua dan keluarga kedua belah pihak.

2). Memupuk rasa cinta dan kasih sayang. Masing-masing harus dapat menyesuaikan diri, seia-sekata, percaya-mempercayai serta selalu bermusyawarah untuk kepentingan bersama.

3). Hormat-menghormati, sopan-santun, penuh pengertian serta bergaul dengan baik.

4). Matang dalam berbuat dan berpikir serta tidak bersikap emosional dalam persoalan yang dihadapi.

5). Memelihara kepercayaan dan tidak saling membuka rahasia pribadi.

6). Sabar dan rela atas kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan masing-masing.

Sumber : Membina Keluarga Sakinah. 2006. Depag RI
Sumber akses: http://blog.unila.ac.id/redha/2009/11/09/hak-dan-kewajiban-suami-istri/

Prosedur Pendaftaran Pernikahan

1. Calon pengantin datang ke KUA untuk mengisi formulir pendaftaran nikah yang disediakan oleh KUA kecamatan se-tempat.
2. Waktu pendaftaran minimal 10 hari sebelum menikah.
3. Membawa surat keterangan untuk nikah (model N1), Surat keterangan asal-usul (model N2), Surat persetujuan mempelai (model N3), surat keterangan tentang orang tua (model N4), dan surat pemberitahuan kehendak nikah (model N7) dari Kantor Desa/Kelurahan setempat.
4. Membawa bukti imunisasi TT I bagi calon pengantin wanita dari Puskesmas/Rumah Sakit setempat.
5. Membawa:
* surat izin pengadilan apabila tidak ada izin dari orangtua/wali (bagi yang belum berusia 21 tahun);
* pas photo ukuran 2×3 sebanyak 3 lembar;
* dispensasi dari pengadilan bagi calon suami yang belum berumur 19 tahun dan bagi calon isteri yang belum berumur 16 tahun;
* surat izin dari atasan/kesatuan jika calon pengantin adalah anggota TNI/POLRI;
* surat izin pengadilan bagi suami yang hendak berisitri lebih dari seorang;
* akta cerai atau kutipan buku pendaftaran talak/buku pendaftaran cerai bagi mereka yang perceraiannya terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989;
* akta kematian atau surat keterangan kematian suami/isteri yang ditandatangi oleh Kepala Desa/Lurah atau pejabat berwenang yang menjadi dasar pengisian model N6 bagi janda/duda yang akan menikah, serta surat ganti nama bagi warga negara Indonesia keturunan.
6. Calon pengantin wajib mengikuti kursus calon pengantin (suscatin);
7. pelaksanaan akad nikah dipimpin oleh pegawai pencatat nikah/penghulu.
8. PPN/penghulu menyerahkan buku kutipan akta nikah kepada calon pengantin sesaat setelah akad nikah.
9. membayar biaya pencatatan nikah sebesar Rp. 30.000,- sesuai dengan PP No.47 tahun 2004.

sumber : leaflet Pendaftaran Pernikahan. Departemen Agama. 2008
sumber akses: http://blog.unila.ac.id/redha/2009/09/07/prosedur-pendaftaran-pernikahan/

Pendahuluan

Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk menjaga keabsahan dan kelangsungannya, maka pernikahan harus dicatat berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Tujuan Pernikahan
Tujuan pernikahan menurut ajaran Islam antara lain untuk:

1. Menyempurnakan pengamalan agama. Pernikahan adalah perintah agama Islam yang harus dijalankan oleh manusia bagi yang mampu berkeluarga.
2. Menjaga kehormatan: melalui pernikahan, dorongan seksual yang cukup kuat di usia dewasa akan dapat terkendali, sehingga kehormatan seseorang tetap terjaga.
3. Menggapai ketenangan, kecintaan dan kasih sayang: pernikahan diharapkan dapat memberikan ketentraman jiwa, memupuk jalinan cinta dan saling memberikan kasih sayang diantara pasangan dan anggota keluarga lainnya.
4. Melestarikan keturunan: melalui pernikahan diharapkan akan melahirkan keturunan yang sholeh serta sholehah.

Rukun dan Syarat Nikah
Suatu pernikahan dianggap sah apabila terpenuhi rukun dan syarat sebagai berikut:

A. Rukun Nikah;

1. Calon pengantin laki-laki dan perempuan.
2. Wali (dari calon mempelai perempuan),
3. Dua orang saksi yang adil (lak-laki),
4. Ijab dari pihak wali calon mempelai perempuan atau wakilnya,
5. Kabul dari calon mempelai laki-laki atau wakilnya.

B. Syarat Nikah

1. Syarat calon suami: Islam, terang laki-laki (bukan banci), tidak dipaksa, tidak beristri empat orang, bukan mahrom calon isteri, tidak punya isteri yang haram dimadu dengan calon isteri, mengetahui calon isteri tidak haram dinikahi dan tidak sedang ihram haji atau umrah.
2. Syarat calon isteri: Islam, terang wanitanya (bukan banci), telah memberi izin kepada wali untuk menikahkannya, tidak bersuami dan tidak dalam iddah, bukan mahrom calon suami, sudah pernah dilihat calon suami, dan tidak dalam ihram haji dan umrah.
3. Syarat wali: Islam, baligh, berakal, tidak dipaksa, terang laki-laki, adil (bukan fasik), tidak sedang ihrom haji atau umrah, tidak dicabut haknya dalam menguasai harta bendanya oleh pemerintah(mahjur bissafah), dan tidak rusak pikirannya karena tua dan sebagainya.
4. Syarat saksi: Islam, laki-laki, baligh, berakal, adil, mendengar (tidak tuli), melihat (tidak buta), tidak bisu, tidak pelupa (mughaffal), menjaga harga diri (menjaga muru’ah), mengerti maksud ijab-kabul, tidak merangkap menjadi wali.
5. Ijab kabul:

* ijab dari pihak wali perempuan seperti: “hai fulan bin….. saya nikahkan fulanah anak saya dengan engkau, dengan mas kawin (mahar) …….
* kabul dari calon mempelai pria seperti:” “saya terima nikahnya fulanah binti ….. dengan mas kawin (mahar) …..

sumber: http://blog.unila.ac.id/redha/2009/08/27/bahasan-seputar-pernikahan/#more-261